Etika
Dari
segi etimologi (ilmu asal usul
kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan
atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika berarti ilmu pengetahuan
tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu
yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal
perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada
dasarnya,etika membahasa tentang tingkah laku manusia.
Tujuan
etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh
manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan
buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam
usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan
masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran
(kriteria) yang berlainan.
Secara
metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.
Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan
refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek
dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu
lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang
normatif, yaitu melihat perbuatan manusia dari sudut baik dan buruk .
Etika
terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan
nilai-nilai etika).
Adapun Jenis-jenis Etika adalah sebagai berikut:
1. Etika Filosofis
Etika
filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari
kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu,
etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.
Ada dua sifat etika, yaitu:
a. Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu
non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang
kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang
kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret.
Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang
secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan
atau tidak boleh dilakukan.
b. Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai
sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan
tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang
harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat
praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan manusia. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif, dimana etika hanya menganalisis tema-tema pokok
seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat
teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya.
2. Etika Teologis
Terdapat dua
hal-hal yang berkait dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya
milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya
masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum,
karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara
umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
Secara umum,
etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari
presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda
antara etika filosofis dan etika teologis.
Setiap agama
dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan
menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang
satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika
teologisnya.
Moral
Moral
berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat
kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai susila.
Moral adalah hal-hal yang sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang
tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar.
Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke
manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia
yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak
memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal
mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal
yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral
manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral
adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian
terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah
perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia.
apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga
sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama.
Norma
Norma
sosial dibuat oleh manusia agar nilai-nilai sosial yang ada dapat dipatuhi dan
dilaksanakan oleh semua warga masyarakat. Apabila di dalam masyarakat telah
menjalankan norma yang berisi nilai-nilai maka di dalam masyarakat akan
tercipta suatu tata hubungan yang harmonis tanpa adanya pelanggaran terhadap
hak-hak setiap individu dalam masyarakat.
Jadi, dapat ditegaskan bahwa pengertian norma sosial adalah aturan-aturan dengan sanksi-sanksi
sebagai pedoman untuk melangsungkan hubungan sosial dalam masyarakat yang
berisi perintah, larangan, anjuran agar seseorang dapat bertingkah laku yang
pantas guna menciptakan ketertiban, keteraturan, dan kedamaian dalam
bermasyarakat. Dalam memberikan sanksi bagi pelanggaran terhadap norma, ada
berbagai cara tergantung pada tingkatan norma mana yang dilanggar.
jenis-Jenis Norma
a. Norma Agama
Merupakan norma yang berfungsi sebagai petunjuk dan pegangan
hidup bagi umat manusia yang berasal dari Tuhan yang berisikan perintah dan
larangan. Pelanggaran terhadap norma ini mendapatkan sanksi dosa dan di
masukkan ke dalam neraka ketika di akhirat nanti.
b.
Norma Hukum
Adalah
suatu rangkaian aturan yang ditunjukkan kepada anggota masyarakat yang berisi
ketentuan, perintah, kewajiban, dan larangan, agar dalam masyarakat tercipta
suatu ketertiban dan keadilan yang biasanya dibuat oleh lembaga tertentu.
Aturan ini lazimnya tertulis yang diklasifikasikan dalam berbagai bentuk kitab
undang-undang atau tidak tertulis berupa keputusan hukum pengadilan adat.
Karena sebagian besar norma hukum adalah tertulis maka sanksinya adalah yang
paling tegas jika dibandingkan dengan norma lain dari mulai denda sampai
hukuman fisik (penjara atau hukuman mati).
c.
Norma Kesusilaan
Adalah
peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak
sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa yang
dianggap buruk. Pada dasarnya norma ini merupakan norma untuk melaksanakan
nilai moral yaitu dalam rangka menghargai harkat dan martabat orang lain.
Sebagai contoh: telanjang di depan umum atau berpakaian minim.
d.
Norma Kesopanan
Adalah
petunjuk hidup yang mengatur bagaimana seseorang harus bertingkah laku dalam
masyarakat. Sebagai contoh: meludah di depan orang, menyerobot antrean,
membuang sampah sembarangan, dan lainlain.
e.
Norma Kebiasaan
Adalah
sekumpulan peraturan yang dibuat bersama secara sadar atau tidak menjadi sebuah
kebiasaan. Sebagai contoh: menengok teman yang sakit, melayat, menghadiri
undangan pernikahan, dan lain-lain.
Pada
perkembangannya, norma-norma sosial yang tumbuh dan berkembang di dalam suatu
masyarakat dapat terbentuk menjadi lembaga kemasyarakatan jika mengalami
beberapa proses yaitu:
Proses pelembagaan (institutionalization),
yaitu norma-norma mulai dikenal, diakui, dihargai, dan kemudian ditaati.
Proses internalized (internalisasi), yaitu
norma-norma sudah mendarah daging dalam jiwa anggota masyarakat.
Kedua
proses tersebut yang melegalkan norma-norma tersebut menjadi pedoman bagi
masyarakat. Seperti misalnya aturan pembayaran pajak tanah bagi pemilik rumah
atau lahan yang dilembagakan dalam bentuk peraturan pemerintah tentang pajak
dan dikelola oleh dinas pajak.
BEBERAPA SISTEM FILSAFAT MORAL
1.
HEDONISME
2.
EUDEMONISME
3.
UTILITARISME
HEDONISME
Doktrin
etika yang mengajarkan bahwa hal terbaik bagi manusia adalah mengusahakan
“kesenangan” (Hedone)
1.
Aristipos dri Kyrene (433 – 355s.M):
Ø Yang
sungguh baik bagi manusia adalah kesenangan.
Ø Kesenangan
itu bersifat badani belaka, karena hakikatnya tidak lain dari pada gerak dalam
badan
Tiga Kemungkinan Gerak
1.
Gerak yang kasar: Ketidaksenangan
2.
Gerak yang halus: Kesenangan
3.
Ketiadaan gerak: Netral
Hedonisme:
Yang baik dalam arti yang sebenarnya adalah kenikmatan
(gerak yang halus) kini dan di sini.
2. Epikuros (341 – 270 s.M.)
a.
Kesenangan adalah tujuan hidup manusia.
b.
Menurut kodratnya setiap manusia mencari kesenangan.
c.
Kesenangan yang dimaksud bukanlah kesenangan inderawi,
tetapi kebebasan dari rasa nyeri dalam tubuh kita dan kebebasan dari keresahan
dalam jiwa.
Tiga Macam Keinginan
1.
Keinginan alamiah yang perlu.
2.
Keinginan alamiah yang tidak perlu.
3.
Keinginan yang sia-sia.
Hedonisme:
Hidup yang baik adalah memenuhi keinginan alamiah yang perlu
Tinjauan Kritis
a.
Ada kebenaran yang mendalam pada hedonisme: Manusia
menurut kodratnya mencari kesenangan dan berupaya menghindari ketidaksenangan.
Tetapi apakah manusia selalu mencari kesenangan?
b.
Hedonisme beranggapan bahwa kodrat manusia adalah mencari
kesenangan sehingga kesenangan disetarakan dengan moralitas yang baik. Tetapi
jika demikian, apakah ada jaminan bahwa kesenangan itu baik secara etis?
c. Para hedonis
berpikir bahwa sesuatu adalah baik karena disenangi. Tetapi sesuatu belum tentu menjadi baik
karena disenangi.
d. Hedonisme
mengatakan bahwa kewajiban moral saya adalah membuat sesuatu yang terbaik bagi
diri saya sendiri. Karena itu ia
mengandung paham egoisme karena hanya memperhatikan kepentingan dirinya
saja.
EUDEMONISME
Aristoteles
(384 – 322):
a.
Bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu
tujuan akhir yang disebut kebahagiaan. Tetapi apa itu kebahagiaan?
b.
Manusia mencapai kebahagiaan dengan menjalankan secara
baik kegiatan-kegiatan rasionalnya dengan disertai keutamaan.
UTILITARIANISME
a.
Anggapan bahwa klasifikasi kejahatan harus didasarkan
atas kesusahan atau penderitaan yang diakibatkannya terhadap terhadap para korban dan masyarakat.
b.
Menurut kodratnya manusia menghindari ketidaksenangan dan
mencari kesenangan. Kebahagiaan tercapai jika manusia memiliki kesenangan dan
bebas dari kesusahan.
c. Karena menurut
kodratnya tingkah laku manusia terarah pada kebahagiaan, maka suatu perbuatan
dapat dinilai baik atau buruk, sejauh dapat meningkatkan atau mengurangi
kebahagiaan semua orang.
d. Moralitas suatu
tindakanharus ditentukan dengan menimbang kegunaannya untuk mencapau
kebahagiaan umat manusia. (The greatest happiness of the greatest number)
a.
Etika umum ialah etika yang membahas tentang kondisi-kondisi dasar bagaimana
manusia itu bertindak secara etis. Etika inilah yang dijadikan dasar dan
pegangan manusia untuk bertindak dan digunakan sebagai tolok ukur penilaian
baik buruknya suatu tindakan.
b.
Etika khusus ialah penerapan moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus
misalnya olah raga, bisnis, atau profesi tertentu. Dari sinilah nanti akan
lahir etika bisnis dan etika profesi (wartawan, dokter, hakim, pustakawan, dan
lainnya).
Dari
berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat
diklasifikasikan menjadi tiga
tiga
jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
Jenis pertama, etika dipandang sebagai
cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari
perilaku manusia.
Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu
pengetahuan yang membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehi¬dupan
bersama. Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma,
karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang
deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.
Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu
pengetahuan yang bersifat normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai
baik buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan
adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika
ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif.